Jakarta - Di balik kesuksesan sebuah buku atau novel, ada sosok yang terkadang dilupakan oleh pembaca, yaitu editor atau penyunting, seseorang yang memiliki banyak peran dalam pengolahannya dari naskah yang mentah menjadi sebuah bacaan yang bergizi.
Lalu siapakah editor di balik kesuksesan novel Anak Sejuta Bintang karya Akmal Nasery Basral? Dia adalah Khrisna Pabichara. Novel Anak Sejuta Bintang dikemas Khrisna menjadi sebuah novel yang ringan, sehingga para pembaca novel tersebut tidak merasa bosan.
Pria yang biasa disapa Khrisna ini pun menceritakan awal keterlibatannya dalam novel terbitan Expose (Mizan Group) tersebut. Namun, sebelumnya, Khrisna menegaskan bahwa dirinya hanya terlibat dalam proses penyuntingan, sehingga ia tidak memiliki hubungan dengan tokoh yang disebutkan dalam novel ataupun proses awal bagaimana novel itu ada.
Dikatakan Khrisna, yang memang sudah terbiasa menyunting naskah-naskah yang akan diterbitkan Mizan, dirinya terlebih dahulu diminta oleh Taufiq MR, Manager Expose, untuk membaca naskah Anak Sejuta Bintang. “Kemudian beliau memberikan kesempatan pada saya untuk memikirkan apakah bersedia menyunting novel itu atau tidak. Nah, setelah saya terima, lalu saya baca. Saya memang suka dimintai tenaga untuk menyunting buku-buku mereka (Mizan Group),” lanjutnya.
Khrisna kemudian mengiyakan untuk menyuntingnya. Meskipun ada kekurangsetujuan di hatinya pada isi novel itu, namun ia merasa harus bersikap profesional. “Dalam hal ini saya juga minta pendapat istri saya,” ucap pria yang juga aktif di Komunitas Mata Aksara ini.
Sebelum mengedit, Khrisna membuat peta ulang naskah dari manuskrip yang sudah disusun oleh penulis novel, yaitu Akmal. “Peta ulang naskah itu bukan berarti menghapus semua atau menghilangkan dan menambahkan sebagian. Tapi yang saya maksud dengan peta ulang itu, ada beberapa yang harus dimajukan dan dimundurkan babnya, ada yang dipangkas di depan, kemudian dimasukkan atau diselipkan di bab berikutnya. Supaya tidak terlalu lambat, ya pertimbangan teknis dalam pengeditan,” jelasnya.
Setelah peta naskah tersebut selesai, lanjut Khrisna, dirinya sebagai editor, Expose sebagai penerbit, Tim Empat (Bakrie) sebagai penggagas novel, dan Akmal sebagai penulis mengadakan rapat. “Di dalam keputusan rapat tersebut, saya diberi kebebasan termasuk oleh mas Akmal, untuk membuat naskah itu menjadi lebih renyah atau menjadi lebih enak dibaca,” ungkapnya.
Khrisna yang juga seorang penulis pun membutuhkan waktu hampir satu bulan untuk membuat Anak Sejuta Bintang menjadi sebuah novel yang layak untuk dibaca. Ia juga mengaku bahwa novel Anak Sejuta Bintang merupakan novel biografi pertama yang dieditnya.
Peran Penerbit
Selain penulis dan editor, ada juga pihak lain yang berada di balik suksesnya sebuah buku atau novel, yaitu penerbit. Expose sebagai penerbit dan konsultan terbilang memiliki peran yang cukup besar dalam proses pembuatan novel Anak Sejuta Bintang.
Sebagaimana yang diceritakan Deden Ridwan, Chief Executive Officer Expose, bahwa saat menghadiri sebuah acara, dirinya dan Taufiq MR secara kebetulan bertemu dengan Iesje Latief, yang tak lain adalah mantan sekretarisnya Aburizal Bakrie. Lalu Expose menawarkan gagasan untuk membuat buku tentang Aburizal Bakrie. Iesje pun merespons dengan baik, di samping memang sejak lama Iesje terobsesi menulis bukunya Pak Ical, sapaan Aburizal Bakrie.
“Waktu itu bukan novel, tapi lebih kepada kisah-kisah inspiratif, tentang bisnisnya, pengalaman suksesnya. Kalau ibu Iesje lebih kepada aspek spritualitasnya pak Ical. Kenapa? Mungkin karena bu Iesje terpengaruh dengan ESQ, karena ia aktivis Ari Ginanjar juga,” jelasnya.
Setelah diskusi panjang lebar dengan ibu Iesje, lanjut Deden, dibuatlah sebuah proposal. Oleh ibu Iesje, pihak Expose, yang diwakili oleh Deden dan Taufiq, kemudian dipertemukan dengan Bobby Gafur Umar, orang kepercayaan (inner circle) Aburizal Bakrie.
Dalam pertemuan yang membahas tentang gagasan buku tersebut, Bobby tertarik. Namun, ia tidak menginginkan buku, melainkan sebuah novel. Karena menurutnya, buku tentang Aburizal Bakrie sudah banyak. Di situlah awal muncul ide novel ASB. “Jadi, ide novel itu muncul pertama dari pak Bobby. Nah, dari ide itu, kemudian dibuatlah proposalnya, dari buku yang sifatnya non-fiksi (tadinya kisah-kisah inspiratif) menjadi buku fiksi ” ucap Deden.
Setelah proposal selesai, tim Expose, dalam hal ini Deden dan Taufiq, melakukan presentasi di depan pak Bobby Gafur Umar, Iesje Latief, Irwan Sjarkawi, dan Catherine yang belakangan mereka dikenal sebagai Tim Empat atau Tim Inisiator. Mereka menyambut baik gagasan novel tersebut.
Deden menambahkan bahwa Expose sebagai penerbit dan konsultan, tidaknya hanya membuat konsep novel, menggagas, dan membuat proposal, tapi juga mencari siapa yang akan menulis novel tersebut. Dari Tim Empat, katanya, menginginkan penulis-penulis yang sudah sukses, seperti Habiburrahman El-Shirazy atau disapa Kang Abik dengan novel Ayat-Ayat Cinta-nya, dan Andrea Hirata dengan novel Laskar Pelangi-nya.
“Expose pun berusaha mendekati dua penulis tersebut, pertama kang Abik, namun sayangnya waktu itu beliau sedang di Amerika sehingga sulit dikontak. Kemudian coba Andrea Hirata, tapi dia menolak karena sedang sibuk dengan aktivitasnya,” jelas Deden yang juga seorang penulis.
Pada saat itu, kata Deden, Expose mengalami kebingungan dan terus memikirkan siapa lagi penulis yang cocok untuk novel itu. Di tengah kebingungan tersebut, maka muncullah nama Akmal Nasery Basral. “Pertimbangannya saat itu, novel Akmal, yaitu Sang Pencerah, sedang menjadi perhatian publik, ada filmnya juga. Akhirnya singkat cerita, Tim Empat setuju menjadikan Akmal sebagai penulisnya,” paparnya.
Namun dalam perkembangan selanjutnya, Deden menyatakan sering terjadi perbedaan persepsi antara Expose dan Akmal. Menurutnya, konsep penulis tidak sesuai dengan yang dimaksud penerbit, juga Tim Empat, maka tulisan tersebut harus diedit. Dari situlah muncul editor, yakni Khrisna Pabichara. Hal demikian merupakan hal yang lumrah dalam suatu penerbitan buku, dinamika positif yang mewarnai proses penerbitan Anak Sejuta Bintang.
Lalu siapakah editor di balik kesuksesan novel Anak Sejuta Bintang karya Akmal Nasery Basral? Dia adalah Khrisna Pabichara. Novel Anak Sejuta Bintang dikemas Khrisna menjadi sebuah novel yang ringan, sehingga para pembaca novel tersebut tidak merasa bosan.
Pria yang biasa disapa Khrisna ini pun menceritakan awal keterlibatannya dalam novel terbitan Expose (Mizan Group) tersebut. Namun, sebelumnya, Khrisna menegaskan bahwa dirinya hanya terlibat dalam proses penyuntingan, sehingga ia tidak memiliki hubungan dengan tokoh yang disebutkan dalam novel ataupun proses awal bagaimana novel itu ada.
Dikatakan Khrisna, yang memang sudah terbiasa menyunting naskah-naskah yang akan diterbitkan Mizan, dirinya terlebih dahulu diminta oleh Taufiq MR, Manager Expose, untuk membaca naskah Anak Sejuta Bintang. “Kemudian beliau memberikan kesempatan pada saya untuk memikirkan apakah bersedia menyunting novel itu atau tidak. Nah, setelah saya terima, lalu saya baca. Saya memang suka dimintai tenaga untuk menyunting buku-buku mereka (Mizan Group),” lanjutnya.
Khrisna kemudian mengiyakan untuk menyuntingnya. Meskipun ada kekurangsetujuan di hatinya pada isi novel itu, namun ia merasa harus bersikap profesional. “Dalam hal ini saya juga minta pendapat istri saya,” ucap pria yang juga aktif di Komunitas Mata Aksara ini.
Sebelum mengedit, Khrisna membuat peta ulang naskah dari manuskrip yang sudah disusun oleh penulis novel, yaitu Akmal. “Peta ulang naskah itu bukan berarti menghapus semua atau menghilangkan dan menambahkan sebagian. Tapi yang saya maksud dengan peta ulang itu, ada beberapa yang harus dimajukan dan dimundurkan babnya, ada yang dipangkas di depan, kemudian dimasukkan atau diselipkan di bab berikutnya. Supaya tidak terlalu lambat, ya pertimbangan teknis dalam pengeditan,” jelasnya.
Setelah peta naskah tersebut selesai, lanjut Khrisna, dirinya sebagai editor, Expose sebagai penerbit, Tim Empat (Bakrie) sebagai penggagas novel, dan Akmal sebagai penulis mengadakan rapat. “Di dalam keputusan rapat tersebut, saya diberi kebebasan termasuk oleh mas Akmal, untuk membuat naskah itu menjadi lebih renyah atau menjadi lebih enak dibaca,” ungkapnya.
Khrisna yang juga seorang penulis pun membutuhkan waktu hampir satu bulan untuk membuat Anak Sejuta Bintang menjadi sebuah novel yang layak untuk dibaca. Ia juga mengaku bahwa novel Anak Sejuta Bintang merupakan novel biografi pertama yang dieditnya.
Peran Penerbit
Selain penulis dan editor, ada juga pihak lain yang berada di balik suksesnya sebuah buku atau novel, yaitu penerbit. Expose sebagai penerbit dan konsultan terbilang memiliki peran yang cukup besar dalam proses pembuatan novel Anak Sejuta Bintang.
Sebagaimana yang diceritakan Deden Ridwan, Chief Executive Officer Expose, bahwa saat menghadiri sebuah acara, dirinya dan Taufiq MR secara kebetulan bertemu dengan Iesje Latief, yang tak lain adalah mantan sekretarisnya Aburizal Bakrie. Lalu Expose menawarkan gagasan untuk membuat buku tentang Aburizal Bakrie. Iesje pun merespons dengan baik, di samping memang sejak lama Iesje terobsesi menulis bukunya Pak Ical, sapaan Aburizal Bakrie.
“Waktu itu bukan novel, tapi lebih kepada kisah-kisah inspiratif, tentang bisnisnya, pengalaman suksesnya. Kalau ibu Iesje lebih kepada aspek spritualitasnya pak Ical. Kenapa? Mungkin karena bu Iesje terpengaruh dengan ESQ, karena ia aktivis Ari Ginanjar juga,” jelasnya.
Setelah diskusi panjang lebar dengan ibu Iesje, lanjut Deden, dibuatlah sebuah proposal. Oleh ibu Iesje, pihak Expose, yang diwakili oleh Deden dan Taufiq, kemudian dipertemukan dengan Bobby Gafur Umar, orang kepercayaan (inner circle) Aburizal Bakrie.
Dalam pertemuan yang membahas tentang gagasan buku tersebut, Bobby tertarik. Namun, ia tidak menginginkan buku, melainkan sebuah novel. Karena menurutnya, buku tentang Aburizal Bakrie sudah banyak. Di situlah awal muncul ide novel ASB. “Jadi, ide novel itu muncul pertama dari pak Bobby. Nah, dari ide itu, kemudian dibuatlah proposalnya, dari buku yang sifatnya non-fiksi (tadinya kisah-kisah inspiratif) menjadi buku fiksi ” ucap Deden.
Setelah proposal selesai, tim Expose, dalam hal ini Deden dan Taufiq, melakukan presentasi di depan pak Bobby Gafur Umar, Iesje Latief, Irwan Sjarkawi, dan Catherine yang belakangan mereka dikenal sebagai Tim Empat atau Tim Inisiator. Mereka menyambut baik gagasan novel tersebut.
Deden menambahkan bahwa Expose sebagai penerbit dan konsultan, tidaknya hanya membuat konsep novel, menggagas, dan membuat proposal, tapi juga mencari siapa yang akan menulis novel tersebut. Dari Tim Empat, katanya, menginginkan penulis-penulis yang sudah sukses, seperti Habiburrahman El-Shirazy atau disapa Kang Abik dengan novel Ayat-Ayat Cinta-nya, dan Andrea Hirata dengan novel Laskar Pelangi-nya.
“Expose pun berusaha mendekati dua penulis tersebut, pertama kang Abik, namun sayangnya waktu itu beliau sedang di Amerika sehingga sulit dikontak. Kemudian coba Andrea Hirata, tapi dia menolak karena sedang sibuk dengan aktivitasnya,” jelas Deden yang juga seorang penulis.
Pada saat itu, kata Deden, Expose mengalami kebingungan dan terus memikirkan siapa lagi penulis yang cocok untuk novel itu. Di tengah kebingungan tersebut, maka muncullah nama Akmal Nasery Basral. “Pertimbangannya saat itu, novel Akmal, yaitu Sang Pencerah, sedang menjadi perhatian publik, ada filmnya juga. Akhirnya singkat cerita, Tim Empat setuju menjadikan Akmal sebagai penulisnya,” paparnya.
Namun dalam perkembangan selanjutnya, Deden menyatakan sering terjadi perbedaan persepsi antara Expose dan Akmal. Menurutnya, konsep penulis tidak sesuai dengan yang dimaksud penerbit, juga Tim Empat, maka tulisan tersebut harus diedit. Dari situlah muncul editor, yakni Khrisna Pabichara. Hal demikian merupakan hal yang lumrah dalam suatu penerbitan buku, dinamika positif yang mewarnai proses penerbitan Anak Sejuta Bintang.
SUMBER: Detik.Com