Belajar Hidup Dari Putri Herlina, Si Gadis Cantik Tanpa Tangan

Bagi sebagian orang normal, putus cinta bisa menjadi alasan untuk mengakhiri hidup. Padahal, itu bukan akhir dari segalanya. Seharusnya kita lebih bersyukur dengan hidup dan segala kelebihan yang sudah diberikan.

Sebuah kisah nyata bisa membuat mata kita lebih jeli dalam memandang arti hidup ini, ialah Putri Herlina gadis tanpa tangan yang mengabdikan hidupnya untuk menjadi ibu bagi anak-anak yang dibuang orang tua kandungnya.

Putri Herlina adalah seorang gadis cantik berkulit putih, dengan rambut panjang berwarna hitamnya, yang memiliki kekurangan fisik pada kedua tangannya. Sedari kecil, Putri Herlina ‘dibuang’ oleh orang tua kandungnya.

“Aku ditinggal di rumah sakit, mungkin mereka (orang tua Putri) malu karena aku tidak punya tangan.”

Beruntung, seorang relawan Yayasan Sayap Ibu bernama Susiani Sunaryo merasa tergerak hatinya saat melihat Putri sebatang kara. Di saat Susiani baru berusia 25 tahun, ia memutuskan untuk merawat Putri yang saat itu masih ‘merah’.

Selain memberitahukan tanggal lahir Putri yakni pada 3 Oktober 1988, Susiani enggan memberitahukan lebih lanjut asal usul Putri. Menurutnya itu kode etik mereka yang tak boleh disebarluaskan.


Masa kecil Putri

Putri kecil merupakan anak yang selalu ingin tahu, aktif dan tak suka diistimewakan. Demi menyekolahkan Putri, Susiani bersama suaminya berkeliling hingga sebelas TK yang semuanya menolak menerima Putri sebagai murid.

Usaha mereka akhirnya membuahkan hasil setelah TK Aisyiah mau menerima Putri kecil. Karena memang pada dasarnya Putri kecil tak suka diistimewakan, Putri kecil beraktivitas seperti apa yang biasa dilakukan teman-temannya. “Olahraga, pramuka, pokoknya seperti biasa saja,” aku Putri.

Kemudian, Putri yang beranjak remaja melanjutkan sekolah di SMP RC di Solo setelah lulus dari SD Muhammadiyah. Masa SMA ia habiskan di SMA Muhammadiyah 6 di Surakarta.

Meski punya cacat secara fisik, Putri tak minder. Ia bahkan selalu ingin duduk di depan. Agar bisa menulis dengan leluasa, Putri menaruh kursi pada samping mejanya. Ini dikarenakan terlalu tinggi untuk menulis di meja biasa menggunakan kakinya.

Putri juga pernah kesal dan protes pada gurunya saat ada temannya yang menyerobot meja. Ia juga menyatakan selalu membersihkan mejanya dulu sebelum belajar.

Tinggal sendirian di Solo membuat Putri harus hidup mandiri. Jauh dari kedua orang tua asuhnya di Jogja, Putri yang nge-kos dekat sekolahnya itu mencuci baju dan masak sendiri. Di saat itulah Putri pernah mengalami down, galau dan stres hingga menangis di tengah malam. “Biasanya kalau sudah curhat sama Ibu, hilang semua,” kata Putri.

Setelah lulus pada 2009 dengan nilai memuaskan, Putri mengikuti kursus bahasa inggris intensif dan mengikuti pelatihan di Yakkum Bethesda. Yakkum Bethesda saat itu memang sering mengadakan training terutama bagi kaum difabel.

Putri yang sudah beranjak dewasa kemudian memasuki dunia kerja sebagai penerima tamu di kantor pusat Yayasan Sayap Ibu Jogjakarta. Selain itu, Putri juga ikut menangani administrasi. Menulis undangan acara penggalangan dana dan menginput data donatur juga dilakukannya.

Hebatnya, Putri yang bercita-cita menjadi presenter di televisi itu pernah menjadi MC di mal Ambarukmo Plaza Jogja saat sedang ada acara buat anak-anak penyandang cacat. Ia juga masih aktif berkomunikasi dengan temannya. “Minimal SMS-an lah,” ujar Putri.

Dua tahun kemudian, Putri kembali ke rumahnya dan ikut merawat adik-adiknya. Di rumah masa kecilnya, Putri ikut mengganti popok, memandikan, menyuapi dan memberi susu balita yang memang ada di yayasan tersebut.


Ingin punya pasangan yang tahu kekuranganku..

Menurut Putri, pernah ada yang dekat dengannya. Malahan Putri sering diminta untuk mencuci bajunya saat di Solo.

Suatu hari ada seirang donatur yang ingin membuatkan putri tangan palsu. Donatur baik hati itu bahkan menawari Putri untuk keluar negeri guna mencari bahan yang paling nyaman digunakan. Para pegawai yayasan pun ikut mendukung Putri selagi ada kesempatan.

“Suatu saat kamu kan menikah, punya suami,” kata salah seorang pengurus yang berharap Putri menerima tawaran tersebut. Tapi Putri berpendapat lain, dengan halus ia menolak pemberian tangan palsu tersebut. “Lelaki sering memandang wanita dari kelebihannya saja, aku ingin suami yang mencintaiku apa adanya. Toh kita bakal hidup bersama sampai mati,” aku Putri.

Harapan Putri kini adalah melanjutkan studinya di perguruan tinggi. Ia ingin mempelajari broadcasting agar bisa menjadi presenter sesuai cita-citanya. Gadis yang cuma pernah naik kerata api ke Surabaya ini juga mengaku ingin sekali merasakan naik pesawat terbang.

Kisah hidup Putri memang tak mudah, ia pun menuliskan kisah hidupnya menggunakan laptop dari donatur. Putri Herlina menjadi contoh nyata bahwa meski ia tak memiliki tangan, namun sepasang tangan tersebut berada di hatinya yang tergerak untuk membantu sesamanya.


Tergerak membantu sesama kita?

Yayasan Sayap Ibu berdiri pada 1955 oleh istri Bung Tomo, Soelastri. Hingga saat ini kurang lebih ada sekitar 25 anak yang ‘dibuang’ orang tuanya. Cacat yang dibawa anak-anak tersebut juga akibat dari aborsi yang gagal.

Kebanyakan dari mereka mengalami cacat mental dan juga cacat fisik. Kelangsungan hidup mereka bergantung pada dana dari pemerintah yang hanya Rp 3.000 per anak tiap harinya. Selain itu, dan dari donatur tak tetap juga menjadi tumpuan agar anak-anak bisa tetap hidup dengan layak.

Untuk ikut menyumbang, langsung saja kunjungi blog #SedekahRombongan.

SUMBER: Gugling.Com

Leave a Reply

Kalau sobat udah selesai membaca Artikel di atas silahkan berikan komentar sesuai isi Artikel dan mohon untuk tidak SPAM karena tindak SPAM di larang agama hehehee. Oya ingat berkunjung tiap hari disini yah sobat...

    Statistik

    Review http://www.nickyoktavian.com/ on alexa.com
    Protected by Copyscape Online Copyright Search
    Check PageRank
    powered by
    Socialbar

    Category

    (3) (64) (17) (90) (11) (60) (2) (21) (82) (3) (169) (17) (6) (3) (19) (60) (23) (3) (4) (5) (36) (48) (14)